- Monopoli berarti perusahaan tidak memiliki pesaing dalam kegiatan usahanya. Dengan kata lain, dalam pasar ini hanya ada satu penjual. Salah satu alasan mengapa monopoli bisa terjadi karena adanya hambatan untuk memasuki industri yang Tri Kunawangsih Pracoyo dan Antyo Pracoyo dalam buku Aspek Dasar Ekonomi Mikro 2006, monopoli adalah penguasaan atas produksi, pemasaran barang, atau penggunaan jasa tertentu oleh satu pelaku usaha. Contoh pasar monopoli di Indonesia adalah PLN, PAM, dan PT KAI. Monopoli dapat terjadi karena seluruh output industri hanya diproduksi dan dijual oleh satu perusahaan saja. Sehingga perusahaan tersebut memiliki kekuatan untuk mengatur harga price maker. Baca juga Pasar Monopoli Pengertian dan Ciri-CirinyaFaktor penyebab terjadinya monopoli Ada beberapa alasan atau faktor penyebab terjadinya monopoli. Berikut merupakan alasan terjadinya monopoli, kecuali adanya kesamaan produk. Dalam pasar monopoli, hanya ada satu produk yang dijual oleh satu perusahaan. Kondisi inilah yang menyebabkan terjadinya monopoli. Berbeda halnya, jika ada beberapa atau banyak perusahaan menjual produk yang sama, ini tidak akan menyebabkan pasar monopoli. Dikutip dari Buku Ajar Ekonomi Manajerial 2018 karangan Usep Sudrajat dan Suwaji, berikut beberapa faktor penyebab terjadinya monopoli Perusahaan menguasai sepenuhnya input atau faktor produksi tertentu. Perusahaan menguasai hak cipta atau hak paten yang melarang perusahaan lain menggunakan proses produksi tertentu atau melarang menghasilkan produk yang sama. Bisa jadi perusahaan menurunkan biaya produksi dan menjual produknya dengan harga murah, agar pelaku usaha lain tak bisa menyainginya. Selain itu, dilansir dari buku Pemasaran Hasil Perikanan 2017 oleh Zainal Abidin dkk, berikut beberapa alasan terjadinya monopoli Tidak ada barang pengganti mutlak. Munculnya hambatan untuk memasuki pasar. Perusahaan punya kemampuan dan atau pengetahuan khusus untuk mengolah produk. Perusahaan memiliki kemampuan kontrol sumber faktor produksi. Baca juga Kelebihan dan Kekurangan Pasar Monopoli Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Mari bergabung di Grup Telegram " News Update", caranya klik link kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.
Mengapadalam sistem ekonomi pancasila melarang adanya praktik monopoli - 12000358 miza123 miza123 04.09.2017 Ekonomi Sekolah Menengah Atas terjawab • terverifikasi oleh ahli Mengapa dalam sistem ekonomi pancasila melarang adanya praktik monopoli 1 Kemukakan alasan mengapa pada contoh yang Anda kemukakan di atas termasuk dalam perilaku
mengapa sistem ekonomi pancasila melarang adanya praktik monopoli – Praktik monopoli telah banyak ditemukan di berbagai bidang usaha, dari sektor jasa keuangan hingga perdagangan. Menurut peraturan yang berlaku, praktik monopoli adalah ilegal dan terlarang. Namun, banyak orang tidak mengetahui bahwa sistem ekonomi Pancasila juga melarang praktik monopoli. Sistem ekonomi Pancasila adalah sistem ekonomi yang diterapkan di Indonesia sejak awal pembentukan Republik Indonesia. Sistem ekonomi ini berlandaskan pada semangat demokrasi, gotong royong, keadilan sosial, dan kemandirian ekonomi. Dalam artikel ini, kami akan mengulas mengapa sistem ekonomi Pancasila melarang praktik monopoli. Pertama-tama, monopoli adalah salah satu bentuk penyimpangan dari semangat keadilan sosial yang diajarkan oleh sistem ekonomi Pancasila. Keadilan sosial berarti semua orang harus memperoleh kesempatan yang sama dalam mengakses barang dan jasa. Dengan adanya praktik monopoli, hanya satu individu atau perusahaan yang akan mendapatkan keuntungan dari suatu produk atau jasa tertentu, sementara konsumen lainnya akan dikucilkan dari kemungkinan untuk mendapatkan barang atau jasa yang sama. Oleh karena itu, praktik monopoli adalah tidak adil dan tidak sesuai dengan semangat keadilan sosial yang diajarkan oleh sistem ekonomi Pancasila. Kedua, sistem ekonomi Pancasila juga mempromosikan semangat gotong royong untuk menciptakan kemakmuran berkelanjutan. Gotong royong berarti bahwa semua orang harus bersama-sama bekerja sama untuk mencapai tujuan bersama. Dengan adanya praktik monopoli, satu orang atau perusahaan dapat mengontrol suatu produk atau jasa, sementara orang lain dikucilkan dari menikmati keuntungan tersebut. Dengan demikian, praktik monopoli tidak sesuai dengan semangat gotong royong yang diajarkan oleh sistem ekonomi Pancasila. Ketiga, sistem ekonomi Pancasila juga berupaya untuk meningkatkan kemandirian ekonomi. Tidak adanya praktik monopoli akan memungkinkan berbagai perusahaan untuk bersaing di pasar dan menawarkan berbagai produk dan jasa yang berbeda. Ini akan memungkinkan konsumen untuk memilih produk dan jasa yang paling sesuai dengan kebutuhan mereka, dan juga akan meningkatkan kemampuan perusahaan untuk membangun kemandirian ekonomi. Oleh karena itu, praktik monopoli tidak sesuai dengan semangat kemandirian ekonomi yang diajarkan oleh sistem ekonomi Pancasila. Sistem ekonomi Pancasila adalah sistem ekonomi yang berbasis pada semangat demokrasi, gotong royong, keadilan sosial, dan kemandirian ekonomi. Dengan demikian, praktik monopoli tidak sesuai dengan semua prinsip-prinsip yang diajarkan oleh sistem ekonomi Pancasila. Dengan demikian, praktik monopoli telah dilarang oleh sistem ekonomi Pancasila. Artikel ini akan melanjutkan untuk menjelaskan lebih lanjut mengapa sistem ekonomi Pancasila melarang praktik monopoli. Daftar Isi1 Penjelasan Lengkap mengapa sistem ekonomi pancasila melarang adanya praktik – Sistem ekonomi Pancasila berbasis pada semangat demokrasi, gotong royong, keadilan sosial, dan kemandirian – Monopoli adalah penyimpangan dari semangat keadilan sosial yang diajarkan oleh sistem ekonomi – Praktik monopoli tidak sesuai dengan semangat gotong royong yang diajarkan oleh sistem ekonomi – Praktik monopoli akan mengurangi kemampuan perusahaan untuk membangun kemandirian – Praktik monopoli dilarang oleh sistem ekonomi Pancasila karena tidak sesuai dengan prinsip-prinsip yang diajarkan. – Sistem ekonomi Pancasila berbasis pada semangat demokrasi, gotong royong, keadilan sosial, dan kemandirian ekonomi. Sistem ekonomi Pancasila berbasis pada semangat demokrasi, gotong royong, keadilan sosial, dan kemandirian ekonomi. Oleh karena itu, praktik monopoli tidak diizinkan dalam sistem ekonomi Pancasila. Praktik monopoli adalah suatu keadaan di mana satu perusahaan atau kelompok khusus memiliki kendali absolut atas suatu industri atau pasar. Kondisi ini menyebabkan perusahaan atau kelompok tersebut dapat membuat suatu harga yang melampaui harga pasar. Ini menghalangi persaingan, meningkatkan harga, dan mengurangi pilihan konsumen. Mengingat semangat demokrasi yang mendasari, sistem ekonomi Pancasila menentang monopoli. Dengan demokrasi, setiap orang diharapkan memiliki hak yang sama untuk bersaing dalam pasar. Monopoli menghalangi persaingan dengan menciptakan situasi di mana satu perusahaan atau kelompok memiliki kendali absolut atas pasar. Monopoli juga dapat mengakibatkan ketidakadilan sosial, karena harga yang diterapkan oleh satu perusahaan atau kelompok akan lebih tinggi daripada harga pasar. Selain itu, sistem ekonomi Pancasila juga berbasis pada kemandirian ekonomi. Praktik monopoli akan menghalangi kemandirian ekonomi dengan mengurangi inovasi dan menghalangi persaingan. Ini akan membuat konsumen terikat pada satu perusahaan atau kelompok saja. Ini dapat menyebabkan konsumen membayar harga yang lebih tinggi karena tidak ada pilihan lain. Karena itu, sistem ekonomi Pancasila melarang praktik monopoli untuk memastikan semangat demokrasi, gotong royong, keadilan sosial, dan kemandirian ekonomi tetap terjaga. Praktik monopoli akan menghalangi persaingan yang sehat, meningkatkan harga, dan mengurangi pilihan konsumen. Oleh karena itu, sistem ekonomi Pancasila melarang praktik monopoli. – Monopoli adalah penyimpangan dari semangat keadilan sosial yang diajarkan oleh sistem ekonomi Pancasila. Sistem Ekonomi Pancasila merupakan sistem ekonomi yang dianut oleh Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan pada Pancasila dan UUD 1945. Sistem ekonomi Pancasila berfokus pada semangat keadilan sosial dan mengutamakan kepentingan rakyat, sehingga tidak mengizinkan adanya praktik monopoli. Monopoli adalah sebuah sistem ekonomi yang memungkinkan satu perusahaan atau individu untuk menguasai pasar untuk suatu produk atau layanan, sehingga memungkinkan mereka untuk mengendalikan harga, kualitas, dan ketersediaan. Hal ini melanggar semangat keadilan sosial yang diajarkan oleh sistem ekonomi Pancasila. Dengan adanya monopoli, perusahaan atau individu yang menguasai pasar akan mendapatkan keuntungan yang lebih besar dibandingkan dengan perusahaan atau individu lain yang berada di pasar. Hal ini bertentangan dengan tujuan sistem ekonomi Pancasila, yaitu untuk menciptakan kesejahteraan sosial yang merata bagi seluruh rakyat Indonesia. Selain itu, monopoli juga dapat menyebabkan harga yang tinggi untuk suatu produk atau layanan yang dijual, sehingga mengurangi daya beli masyarakat. Ini berakibat pada peningkatan tingkat kemiskinan di Indonesia, yang bertentangan dengan semangat keadilan sosial yang diajarkan oleh sistem ekonomi Pancasila. Karena itu, praktik monopoli tidak diizinkan oleh sistem ekonomi Pancasila. Agar semua rakyat Indonesia dapat hidup dengan sejahtera dan kesejahteraan sosial yang merata, monopoli harus dihindari. Dengan menghindari praktik monopoli, sistem ekonomi Pancasila dapat memastikan bahwa semangat keadilan sosial yang diajarkannya dapat tercapai. – Praktik monopoli tidak sesuai dengan semangat gotong royong yang diajarkan oleh sistem ekonomi Pancasila. Sistem ekonomi Pancasila adalah sistem ekonomi yang berlandaskan pada nilai-nilai Pancasila. Sistem ekonomi ini didasarkan pada konsep gotong-royong. Gotong-royong adalah salah satu prinsip yang dianut oleh sistem ekonomi Pancasila. Gotong-royong menekankan konsep partisipasi bersama dimana semua pihak bertanggung jawab untuk bekerja sama, menyumbang, dan saling membantu. Konsep gotong-royong berlawanan dengan praktik monopoli. Praktik monopoli adalah situasi di mana satu pihak atau kelompok memiliki kontrol total atas suatu industri atau pasar. Praktik ini menghilangkan kompetisi dan membuat pemain pasar lain tidak berdaya. Hal ini menciptakan situasi yang tidak sehat dalam pasar yang menghalangi peningkatan produktivitas dan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Oleh karena itu, praktik monopoli tidak sesuai dengan semangat gotong-royong yang diajarkan oleh sistem ekonomi Pancasila. Selain itu, praktik monopoli juga bertentangan dengan prinsip keadilan yang dianut oleh sistem ekonomi Pancasila. Keadilan menekankan pentingnya kesetaraan dan kemampuan untuk mengakses peluang bisnis yang sama untuk semua pemain pasar. Praktik monopoli menghambat kesetaraan ini dan menciptakan kesenjangan ekonomi antara pemain pasar yang berbeda. Karena itu, sistem ekonomi Pancasila melarang praktik monopoli. Sistem ekonomi ini berusaha untuk menjamin bahwa semua pemain pasar dapat bersaing secara adil dan setara. Ini merupakan salah satu cara untuk memastikan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan menjamin bahwa semua pemain pasar dapat menikmati kemajuan ekonomi. – Praktik monopoli akan mengurangi kemampuan perusahaan untuk membangun kemandirian ekonomi. Praktik monopoli adalah situasi di mana satu perusahaan mendominasi pasar untuk produk tertentu, dan menghasilkan pendapatan signifikan tanpa adanya persaingan. Hal ini bertentangan dengan sistem ekonomi Pancasila, yang berkembang dari sistem ekonomi liberal yang mengutamakan persaingan. Sistem ekonomi Pancasila menekankan pada nilai-nilai persaingan sehat, keadilan, dan persamaan bagi semua orang. Praktik monopoli menghasilkan dampak yang sangat merugikan bagi masyarakat. Pertama, praktik monopoli dapat menghambat inovasi dan membatasi kemampuan perusahaan untuk berkembang secara ekonomi. Tanpa persaingan, perusahaan tidak akan dorong untuk menghasilkan produk yang lebih baik dan lebih efisien. Hal ini akan mengurangi kemampuan perusahaan untuk membangun kemandirian ekonomi. Kedua, praktik monopoli dapat meningkatkan harga produk dan layanan, sehingga membuatnya lebih mahal bagi masyarakat. Dengan harga yang lebih tinggi, masyarakat akan memiliki lebih sedikit uang untuk menggunakan untuk memenuhi kebutuhan lain. Hal ini akan menghambat pertumbuhan ekonomi dan mengurangi kesejahteraan masyarakat. Ketiga, praktik monopoli dapat menghambat kemampuan masyarakat untuk memilih produk yang paling sesuai dengan kebutuhan mereka. Dengan hanya satu perusahaan yang mendominasi pasar, masyarakat tidak akan dapat membandingkan produk dan layanan yang tersedia, dan tidak dapat memilih yang terbaik. Ini akan menyebabkan masyarakat tidak dapat mengambil keputusan yang optimal untuk memenuhi kebutuhan mereka. Karena alasan-alasan di atas, sistem ekonomi Pancasila melarang praktik monopoli. Dengan melindungi persaingan sehat dan meningkatkan kemandirian ekonomi, sistem ekonomi Pancasila dapat membantu masyarakat untuk mencapai kesejahteraan. – Praktik monopoli dilarang oleh sistem ekonomi Pancasila karena tidak sesuai dengan prinsip-prinsip yang diajarkan. Sistem Ekonomi Pancasila adalah sistem yang menggabungkan nilai-nilai Pancasila dengan sistem ekonomi. Sistem Ekonomi Pancasila mengajarkan bahwa ekonomi harus didasarkan pada prinsip-prinsip keadilan dan kesetaraan. Prinsip yang diusung dalam sistem ini meliputi kesejahteraan, keadilan, kebebasan, keterbukaan, keteraturan, persaingan sehat, dan pengalaman ekonomi yang berkelanjutan. Oleh karena itu, praktik monopoli, yang memiliki potensi untuk menciptakan ketidakadilan dan ketidaksetaraan, tidak sesuai dengan prinsip-prinsip yang diajarkan oleh sistem ekonomi Pancasila. Praktik monopoli dapat memiliki dampak negatif yang signifikan bagi konsumen dan masyarakat secara umum. Ketika satu perusahaan atau individu menguasai pasar, mereka dapat menaikkan harga secara signifikan tanpa adanya persaingan. Ini berarti bahwa konsumen harus membayar lebih banyak untuk produk atau jasa yang sama. Hal ini juga dapat mengurangi inovasi, karena tidak ada persaingan untuk menciptakan produk yang lebih baik. Praktik monopoli juga dapat memiliki dampak negatif pada para produsen. Ketika satu perusahaan atau individu menguasai pasar, mereka dapat menentukan harga yang lebih rendah dari pasar. Ini berarti bahwa para produsen mungkin tidak dapat memperoleh keuntungan yang cukup untuk mempertahankan usaha mereka. Karena berbagai alasan di atas, praktik monopoli dilarang oleh sistem ekonomi Pancasila. Sistem ini mengajarkan bahwa ekonomi harus didasarkan pada prinsip-prinsip keadilan dan kesetaraan, dan praktik monopoli tidak sesuai dengan prinsip-prinsip tersebut. Oleh karena itu, penting bagi pemerintah dan para pemangku kepentingan untuk memastikan bahwa praktik monopoli tidak terjadi di pasar.
Habibie UU 5 tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat diundangkan di Jakarta pada tanggal 5 Maret 1999 oleh Mensesneg Akbar Tandjung. Undang-Undang Nomor 5 tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat ditempatkan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 33.
The purpose of this research is to know and analyze the implementation and solution in monopoly practice and unfair business competition at government bank in giving facility for housing subsidy. This research uses descriptive and analytical approach, which supported by library research in order to specify this research purpose to give description about monopolistic practice in banking business in Indonesia. The results indicate that in fact, the practice of monopoly restrictions and fraudulent business competition has not run optimally and there is a fundamental weakness in it Law No. 5/1999 that mainly related to the status of implementing agencies of this law, obstacles and barriers that exist in the practical situation is the lack in implementing Law no .5 / 1999 even assessed the existence of conspiracy among banks and businessmen or other banks. Therefore there needs to be more assertive and more organized controls related to the practice of monopoly prohibition and fraudulent business competition. Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for free Praktek Larangan Monopoli Dan Persaingan PRAKTEK LARANGAN MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT PADA BANK PEMERINTAH DALAM MEMBERIKAN FASILITAS SUBSIDI PERUMAHAN PROHIBITION OF MONOPOLISTIC PRACTICES AND UNFAIR COMPETITION IN STATE BANK IN PROVIDING HOUSING SUBSIDY FACILITY R. Putri Rangkuti, Syamsah, dan Ahmad Yani Program Studi Hukum, Sekolah Pascasarjana, Universitas Djuanda Bogor. Korespondensi R. Putri Rangkuti, Telp. 082125220999 e-mail Jurnal Living Law, Vol. 11, No. 2, 2019 hlm. 116-130 Abstract The purpose of this research is to know and analyze the implementation and solution in monopoly practice and unfair business competition at government bank in giving facility for housing subsidy. This research uses descriptive and analytical approach, which supported by library research in order to specify this research purpose to give description about monopolistic practice in banking business in Indonesia. The results indicate that in fact, the practice of monopoly restrictions and fraudulent business competition has not run optimally and there is a fundamental weakness in it Law No. 5/1999 that mainly related to the status of implementing agencies of this law, obstacles and barriers that exist in the practical situation is the lack in implementing Law no .5 / 1999 even assessed the existence of conspiracy among banks and businessmen or other banks. Therefore there needs to be more assertive and more organized controls related to the practice of monopoly prohibition and fraudulent business competition. Keywords Monopoly and Competition, Housing, Bank Abstrak Tujuan penelitian ini adalah Untuk mengetahui dan menganalisa implementasi serta solusi dalam praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat pada bank pemerintah dalam memberikan fasilitas subsidi perumahan. Penelitian ini bersifat deskriptif dan analitis yang didukung oleh studi kepustakaan karena secara spesifik penelitian ini bertujuan memberikan gambaran mengenai praktek monopoli pada dunia perbankan di Indonesia. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sebenarnya prakteknya larangan monopoli dan persaingan usaha tidak sehat belum berjalan optimal dan terdapat kelemahan mendasar didalamnya UU terutama terkait dengan status lembaga pelaksana undang-undang ini, maslah dan hambatan yang ada dilapangan adalah kurang berjalannya UU bahkan dinilai adanya persekongkolan dikalangan bank dan pengusaha atau bank lainnya. oleh karenanya perlu adanya kontrol lebih tegas dan lebih terorganisir terkait praktek larangan monopoli dan persaingan usaha tidak sehat. Kata Kunci Monopoli dan Persaingan, Perumahan, Bank PENDAHULUAN Pembangunan ekonomi harus diarahkan kepada terwujudnya kesejahteraan rakyat berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 yang menganut sistem ekonomi kerakyatan. Sampai saat ini kasus persaingan tidak sehat kerap ditemukan dan disidangkan KPPU dan menjadi perhatian besar dalam dunia usaha. Cukup banyak kasus-kasus monopoli pada berbagai sektor seperti halnya terjadi juga pada sektor perbankan, hal tersebut tentunya akan mempersulit Jurnal Living Law e-ISSN 2550-1208 Volume 11 Nomor 2, Oktober 2019 indonesia dalam menajalani persaingan ekonomi secara global. Terjadinya sebuah persaingan tentunya bukan hal yang buruk, Persaingan usaha merupakan hal yang wajar di dunia usaha dan hal tersbut selain dapat menguntungkan produsen/ pengusaha, persaingan usaha juga menguntungkan konsumen, masyarakat dan negara. hal sebaliknya jika persaingan usaha tersebut mulai memasuki ke dalam keadaan persaingan tidak sehat unfair competition, dimana produsen/ pengusaha mulai menjatuhkan lawannya untuk keuntungan sendiri tanpa mengindahkan kerugian yang diderita pihak lain, dengan cara persaingan yang tidak jujur, melawan hukum, atau setidak-tidaknya perbuatan yang dilakukan pelaku usaha tersebut dapat menghambat persaingan usaha yang prakteknya persaingan usaha sangat terpengaruh oleh berbagai kebijakan pemerintah atau kebijakan publik. Seharusnya kebijakan publik tersebut dibuat dengan wawasan yang berpihak kepada masyarakat, baik kepada produsen maupun kepada konsumen, namun kenyataannya banyak kebijakan yang menyangkut sektor usaha yang diwarnai dengan berbagai kepentingan terselubung dari pihak tertentu, hal itu salah satunya disebabkan karena sistem birokrasi dan perekonomian di Indonesia sarat dengan sistem persengkongkolan yang tidak sehat, maka persaingan itu sendiri menjadi terdistorsi. Dalam dunia perbankan persaingan tidak sehat cendrung jarang sekali terjadi, setiap bank mempunyai produk serta pelayanan yang diberikan semaksimal mungkin sehinga terjadi suatu persaingan yang sehat, tetapi disisilain ada pihak perbankan yang memonopoli salah satu produk perbankan bahkan monopoli teresebut di bolehkan dan dilindungi oleh hukum atau disebut juga monopoli by low. Rachmadi Usman, Hukum Acara Persaingan Usaha Indonesia, selanjutnya dissebut Rachmadi Usman II, Jakarta Sinar Grafika, 2013, hlm 88 Pada umumnya terdapat beberapa karakteristik dari kartel. Pertama, terdapat konspirasi antara beberapa pelaku usaha. Kedua, melakukan penetapan harga. Ketiga, agar penetapan harga dapat efektif, maka dilakukan pula alokasi konsumen atau produksi atau wilayah. Keempat, adanya perbedaan kepentingan diantara pelaku usaha misalnya karena perbedaan biaya. Oleh karena itu perlu adanya kompromi diantara anggota kartel misalnya dengan adanya kompensasi dari anggota kartel yang besar kepada mereka yang lebih kartel dapat berjalan sukses apabila pelaku usaha yang terlibat di dalam perjanjian kartel tersebut haruslah mayoritas dari pelaku usaha yang berkecimpung di dalam pasar tersebut. Karena apabila hanya sebagian kecil saja pelaku usaha yang terlibat di dalam perjanjian kartel biasanya perjanjian kartel tidak akan efektif dalam mempengaruhi pasokan produk di pasar, karena kekurangan pasokan di dalam pasar akan ditutupi oleh pasokan dari pelaku usaha yang tidak terlibat di dalam perjanjian di dunia perbankan juga sangat mempengaruhi perkembangan perekonomian banyak prodak-prodak perbankan menampilkan produk yang sama dengan bungkusan yang menarik artinya bahwa setiap bank mempunyai teknik dan strategi sendiri untuk merebut hati konsumennya. Dalam praktek monopoli ada sebagaian perbankan yang hanya menjual satu produk saja yang dijadikan andalan untuk mengembangan banknya. Bagi negara berkembang seperti Indonesia, implementasi hukum persaingan usaha bukanlah pekerjaan yang mudah. Terlebih Andi Fahmi Lubis dkk, Hukum Persaingan Usaha dalam Teks dan Konteks, Deutsche Gesellschaft für Technische Zusammenarbeit GTZ GmbH, 2009, halaman 107 Andi Fahmi Lubis dkk, Hukum Persaingan Usaha dalam Teks dan Konteks, Deutsche Gesellschaft für Technische Zusammenarbeit GTZ GmbH, 2009, halaman 107 Praktek Larangan Monopoli Dan Persaingan masih adanya anggapan dikalangan Negara berkembang yang mengatakan bahwa implementasi hukum persaingan usaha yang berlebihan dapat mengganggu aktifitas bisnis pelaku usaha, dan kurang menguntungkan bagi perusahaan-perusahaan nasional, ditambah biaya yang dibutuhkan dalam proses investigasi dugaan praktek anti persaingan juga tidaklah yang dilakukan oleh sejumlah BUMN memang awalnya adalah untuk kepentingan rakyat banyak. Tapi adanya perkembangan yang terjadi menyebabkan permintaan yang tidak bisa lagi diimbangi oleh BUMN-BUMN yang malakukan monopoli, pada akhirnya mendorong pemerintah untuk melakukan privatisasi dengan mengundang partisipasi swasta. belajar dari pengalaman justru dalam kondisi apa pun, monopoli cenderung boros, tidak efisien, dan korup atau minimal perusahaan monopoli itu terus merasa mapan dan ”sulit” meningkatkan pelayanannya. Dalam hal penyelenggaraan Perbankan, tentu seharusnya perbankan menghindari praktik-pratik monopoli dalam pengembangan keuangan inklusif. Hal itu mengingat arah dasar program nasional keuangan inklusif adalah pemerataan ekonomi melalui akses layanan keuangan formal. Masyarakat yang belum terakses layanan keuangan formal harus menjadi prioritas, termasuk salah satunya dalam hal pembiayaan program subsidi yang disediakan oleh pemerintah seperti fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan, subsidi selisih bunga, dan subsidi uang muka yang Won-Joon Kim, “Korea’s Experiences in Adoption & Enforcement of Competition Law and Implication for Developing Countries,” makalah disampaikan pada 2nd ASEAN CONFERENCE ON COMPETITION LAW & POLICY yang diselenggarakan oleh KPPU, Sekretariat ASEAN dan ASEAN Consultative Forum for Competition, di Bali pada tanggal 14-16 June 2006. situs perumnas, diakses pada Senin, 26 Februari 2018 pukul pada umumnya dikerjasamakan dengan bank harus dibuka tidak hanya pada bank-bank pemerintah, tapi pada semua bank yang ada di Insonesia. Persoalan lainnya adalah terkait usia dari Undang-undang Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Pesaingan Usaha Tidak Sehat UU Tahun 1999 pada Tahun 2018 ini telah mencapai lebih dari delapan belas atau menginjak usia 19 tahun. Sehingga alangkah baiknya jika dilakukan suatu evaluasi terhadap bagaimana efektifitas dari penegakkan atau implementasi UU Tahun 1999, dan evaluasi tersebut bertujuan untuk melihat apakah implementasi UU Tahun 1999 selama ini telah sesuai dengan yang diharapkan ataukah masih belum sesuai dengan yang diharapkan. Namun untuk melihat bagaimana efektifitas dari penyelenggaraan persaingan usaha terhadap berbagai sektor industri yang ada bukanlah tugas yang mudah dan juga tidak dapat dilakukan dalam jangka waktu yang relatif singkat, oleh karenanya berdasarkan latar belakang di atas judul dalam penulisan penelitian ini adalah Praktek Larangan Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat Pada Bank Pemerintah Dalam Memberikan Fasilitas Subsidi Perumahan. Berdasarkan latar belakang sebagaimana di atas, maka dapat kami rumuskan identifikasi masalah sebagai berikut 1. Bagaimana praktek larangan monopoli dan persaingan usaha tidak sehat pada bank pemerintah dalam memberikan fasilitas subsidi perumahan ? 2. Bagaimana solusi agar tidak terjadi praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat pada bank pemerintah dalam memberikan fasilitas subsidi perumahan? METODE PENELITIAN Metode penelitian yang digunakan peneliti adalah deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Memusatkan Jurnal Living Law e-ISSN 2550-1208 Volume 11 Nomor 2, Oktober 2019 perhatian terhadap masalah-masalah atau fenomena yang ada pada saat penelitian dilakukan atau bersifat aktual, kemudian menggambarkan fakta-fakta tentang masalah yang diselidiki sebagaimana adanya diiringi dengan interpretasi rasional yang akurat. Berdasarkan pemahaman di atas, maka penelitian ini menjelaskan fakta-fakta yang berhasil dikumpulkan terkait dengan objek penelitian untuk kemudian dianalisa kebenarannya sesuai dengan data yang berhasil didapatkan. PEMBAHASAN A. PRAKTEK LARANGAN MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT PADA BANK BTN CABANG KOTA BOGOR DALAM MEMBERIKAN FASILITAS SUBSIDI PERUMAHAN RAKYAT Secara sederhana dapat kami bahas bahwa penegakan hukum oleh KPPU terhadap larangan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat cukup lemah. begitu juga pada Bank Pemerintah dalam kajian ini adalah bank Tabungan Negara BTN, hal tersebut salah satunya adalah karena kedudukan Komisi Pengawas Persaingan Usaha KPPU dalam sistem penegakan hukum Indonesia secara konseptual memiliki kelemahan yang cukup mendasar, mengingat tugas, wewenang dan tatacara penanganan perkara menumpuk di satu organ yaitu KPPU. KPPU menjadi Penyelidik, Penyidik, Penuntut dan Pemutus Perkara menjadi Hakim sekaligus. Berdasarkan analisa konsepsional, menunjukkan kedudukan KPPU sesungguhnya dapat dikategorikan sebagai Badan Tata Usaha Negara, anggotanya sebagai Pejabat Tata Usaha Negara, sedangkan tugas dan wewenangnya merupakan tindakan hukum publik administratif dan bukan tindakan hukum perdata atau pidana. Hal tersebut berpengaruh pula pada kekuatan mengikat suatu putusan. Kekuatan mengikat suatu putusan terletak pada diktumnya. Diktum ini hanya mengikat atau berlaku bagi para pihak atau terhukum saja, ini berarti para pihak atau terhukum harus mematuhi dan melaksanakan bunyi diktum tersebut. Diktum dalam putusan KPPU masih belum tegas, karena kedudukan KPPU secara konseptual masih belum jelas apakah sebagai lembaga peradilan ataukah lembaga/Badan Tata Usaha Negara. Hal tersebut berakibat pula pada penegakan hukum oleh KPPU sehubungan larangan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat. Lemahnya penegakan hukum ini disebabkan faktor hukumnya, aparat hukumnya, sarana/fasilitas untuk mengawasi perilaku pelaku usaha serta faktor budaya/masyarakat para pelaku usaha dan atau asosiasinya. Dalam penyelenggaraan perekonomian, persaingan harus dipandang sebagai hal yang positif. Pada Teori Ilmu Ekonomi sebuah persaingan yang sempurna merupakan suatu kondisi pasar yang ideal dan paling tidak terdapat empat asumsi yang menjadi dasar agar terjadinya persaingan yang sempurna pada suatu pasar tertentu1. Pelaku usaha tidak dapat menentukan secara sepihak harga atas produk atau jasa. Adapun yang menentukan harga adalah pasar berdasarkan equilibrium permintaan dan penawaran. 2. Kedua barang dan jasa yang dihasilkan oleh pelaku usaha mempunyai kebebasan untuk masuk ataupun keluar dari pasar “perfect homogeneity” 3. Ketiga pelaku usaha mempunyai kebebasan untuk masuk ataupun keluar dari pasar “perfect mobility of resource” dan Keempat konsumen dan pelaku pasar memiliki informasi yang sempurna tentang berbagai hal. Robert S Pindycle and Daniel L. Rubinfeld, Microeconomic, USA Prentice Hall International Inc, 1998, Hal. 283-284. Praktek Larangan Monopoli Dan Persaingan Walaupun dalam kehidupan nyata sukar ditemui pasar yang didasarkan pada mekanisme persaingan yang sempurna, namun persaingan dianggap sebagai suatu hal yang esensial dalam ekonomi pasar. Oleh karena dalam keadaan nyata yang kerap terjadi adalah persaingan tidak sempurna. Persaingan yang tidak sempurna terdiri dari persaingan monopolistik dan oligopoli. Persaingan memberikan keuntungan kepada para pelaku usaha maupun kepada konsumen. Dengan adanya persaingan maka pelaku usaha akan berlomba-lomba untuk terus memperbaiki produk ataupun jasa yang dihasilkan sehingga pelaku usaha terus menerus melakukan inovasi dan berupaya keras memberi produk atau jasa yang terbaik bagi konsumen. Persaingan akan berdampak pada efisiensinya pelaku usaha dalam menghasilkan produk atau jasa. Disisi lain dengan adanya persaingan maka konsumen sangat diuntungkan karena mereka mempunyai pilihan dalam membeli produk atau jasa tertentu dengan harga yang murah dan kualitas baik. Suatu pasar dimana tidak terdapat persaingan disebut sebagai “monopoli”. Ada beberapa asumsi yang menjadi dasar untuk menentukan adanya apabila pelaku usaha mempunyai pengaruh untuk menentukan harga. Kedua, pelaku usaha tidak merasa perlu untuk menyesuaikan diri terhadap pesaing dan terakhir, adanya “entry barrier” bagi pelaku usaha yang ingin masuk dalam pasar yang sudah dimonopoli oleh pelaku usaha. Setelah membaca asumsi-asumsi di atas, persaingan yang tidak sehat akan mematikan persaingan itu sendiri dan pada gilirannya akan memunculkan monopoli. Membahas mengenai hukum persaingan yang merupakan salah satu bagian dari hukum ekonomi, tentu tidak akan lepas dari pembahasan dari mengenai Michael-Kantz dan Harveey S Rosen, “Microeconomic”, USA Richard D Irwin Inc, 1994, Hal. 432-433 Pasal 33 Undang-undang Dasar 1945 yang berfungsi sebagai panduan normatif dalam menyusun kebijakan-kebijakan ekonomi nasional. Melalui Pasal 33 Undang-undang Dasar 1945 tersirat bahwa tujuan pembangunan ekonomi yang hendak dicapai haruslah berdasarkan kepada demokrasi yang bersifat kerakyatan yaitu adanya keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Undangundang Dasar 1945 melindungi kepentingan rakyat melalui pendekatan kesejahteraan dengan membiarkan mekanisme pasar berjalan dengan bebas, Pasal 33 Undang-undang Dasar 1945 juga memberikan petunjuk bahwa jalannya perekonomian nasional tidak diserahkan begitu saja kepada pasar, tetapi memerlukan peaturan perundang-undangan untuk mengatur jalannya perekonomian nasional. Ayat 1 Pasal 33 Undang-undang Dasar 1945 mengandung arti bahwa perekonomian tidak dibiarkan tersusun sendiri atau terbentuk secara mandiri berdasarkan kekuatan-kekuatan ekonomi yang ada atau kekuatan pasar bebas. Ayat tersebut juga mengandung arti adanya upaya membangun secara struktural melalui tindakan nyata yang merupakan tugas perekonomian dengan perundang-undangan tujuannya adalah untuk menciptakan struktur ekonomi nasional dalam rangka mewujudkan demokrasi ekonomi berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945. Pengaturan tersebut untuk menghindari kemungkinan terjadinya hal-hal sebagai berikut 1. Sistem free fight liberalism yang dapat menumbuhkan ekploitasi manusia dan bangsa lain, yang dalam sejarahnya di Indonesia telah menimbulkan kelemahan struktur ekonomi nasional Sri Edi Swasono, Demokrasi Ekonomi Keterkaitan Usaha Partisipatif Versus Konsentrasi Ekonomi, Makalah Seminar Pancasila sebagai Idiologi Negara dalam berbagai bidang kehidupan bermasyarakat berbangsa dan bernegara, Jakarta, 1989, Hal. 17. Jurnal Living Law e-ISSN 2550-1208 Volume 11 Nomor 2, Oktober 2019 dalam posisi Indonesia dalam percaturan ekonomi dunia. 2. Sistem etatisme dalam arti bahwa negara berserta aparatur ekonomi negara bersifat dominan, mendesak dan mematikan potensi serta daya kreasi unit-unit ekonomi diluar sektor negara. 3. Persaingan tidak sehat serta pemusatan kekuatan ekonomi pada satu kelompok dalam berbagai bentuk monopoli dan monopsoni yang merugikan masyarakat dan bertentangan dengan cita-cita keadilan isi GBHN mulai tahun 1973 sampai dengan tahun 1998, nampak bahwa GBHN selalu memberikan kesempatan pada pelaku usaha untuk tumbuh dan berkembang, bahkan sampai membentuk perusahaan raksasa yang dikenal dengan istilah konglomerat yang menjurus pada praktek monopoli. Praktek monopoli akan terjadi bila 1. Monopoli diberikan kepada satu atau beberapa perusahaan tertentu saja, tanpa melalui Undang-undang. 2. Monopoli atau kedudukan monopolistik diperoleh dari kerjasama antara dua atau lebih organisasi sejenis baik dalam bentuk pengaturan persaingan diantara mereka sendiri maupun dalam bentuk peleburan atau fusi. Menurut Kwik Kian Gie, kondisi tersebut diatas terjadi karena peran negara kepada suatu badan usaha, baik BUMN, usaha swasta maupun Peter Mahmud Marzuki mengatakan bahwa monopoli yang dilarang oleh Undang-undang persaingan adalah monopoli yang menyebabkan terjadinya penentuan pasar, pembagian pasar dan konsentrasi pasar. GBHN 1998, Butir G, Kaidah Penuntun Surakarta, PT. Pabelan, 1998, Hal. 23. Kwik Kian Gie, Saya bermimpi jadi konglomerat Jakarta, Gramedia, 1994, Hal. 233. Peter Mahmud Marzuki Telaah filosofi terhadap Undang-undang larangan praktek monopoli dam persaingan usaha tidak sehat dalam kaitannya dengan Adanya konsentrasi pasar sebetulnya tidaklah selalu berakibat jelek bagi perekonomian, sepanjang industri tersebut dapat bekerja secara efisien dan tidak memanfaatkan konsentrasi yang tinggi untuk mengekploitasi konsumen dengan harga produk yang cukup mahal. Hal ini umumnya dapat terjadi apabila konsentrasi tersebut diperoleh melalui suatu proses persaingan alamiah, dengan kompetisi yang sehat telah melahirkan hanya satu atau beberapa perusahaan saja yang mendominasi pasar. Apabila suatu pasar mempunyai produk tertentu dan hanya satu perusahaan yang ada dalam lingkup geografis yang menjual produk tersebut, dengan cara sedemikian rupa dapat menutup kemungkinan perusahaan lain untuk memproduksi dan menjual produk yang sama, maka perusahaan tersebut dapat dikatakan telah melakukan monopoli. Sebaliknya apabila perusahaan lain diberikan kesempatan yang sama untuk memproduksi barang tersebut, tetapi kesempatan itu tidak dipergunakan maka perusahaan tadi tidak dapat dikatakan melakukan monopoli. Namun demikian persoalan yang sering muncul adalah terjadinya suatu konsentrasi yang berebentuk monopoli/oligopoli karena berbagai perlindungan ataupun fasilitas birokrasi serta adanya kolusi bisnis yang mempersempit atau menghalangi masuknya pesaing-pesaing baru ke dalam pasar. Disamping adanya akibat-akibat yang dapat menimbulkan kerugian pada konsumen karena tingginya harga, konsentrasi yang menekan munculnya persaingan banyak menimbulkan inefisiensi dalam perekonomian. Sebagai mata rantai adanya ketidakefisiennan tersebut, maka industri yang demikian membutuhkan proteksi terhadap pesaing dari luar dan sangat rendah kemampuan ekspornya. Hal ini dapat dilihat pada konstitusi Republik Indonesia, Majalah Yuridika, Surabaya, Fakultas Hukum Universitas Erlangga November 2001, Hal. 512. Praktek Larangan Monopoli Dan Persaingan beberapa kelompok komoditi yang diproduksikan, dimana konsentrasi pasar dalam negerinya tinggi, kebanyakan orientasi kepasar ekspornya kondisi yang demikian dapat dibayangkan bahwa industri yang seperti itu akan sangat rentan dalam persaingan bebas, atau jika tidak ada proteksi dan fasilitas yang diberikan oleh pemerintah. Dengan tidak adanya perlindungan berupa proteksi, kuota dan sejenisnya, maka bukan saja sulit menembus pasar luar negeri namun juga akan sulit untuk mempertahankan pasar dalam negeri. Karena dengan adanya AFTA, WTO dan APEC, industri-industri kita nantinya harus siap bersaing dengan industri yang berasal dari negara lain, termasuk dari negara maju yang sudah sangat terbiasa dengan budaya persaingan bebas dan berproduksi secara gambaran tentang beberapa struktur industri di Indonesia, yang secara nyata memberikan ilustrasi adanya beberapa konsentrasi yang berimplikasi pada ketidakefisiennan. Konsentrasi industri yang demikian perlu dirombak, artinya jika konsentrasi itu muncul karena kebijakan pemerintah, maka kebijakan tersebut perlu dirubah dan diarahkan pada pembukaan peluang bagi pesaing baru untuk terjun pada sektor-sektor tersebut. Namun demikian jika hal itu terjadi karena adanya praktek-praktek kolusif ataupun kerja sama yang tidak fair, maka perlu dipikirkan pula sangsi yang tegas kepada para pelakunya. Jadi dibutuhkan perangkat hukum untuk mengambil tindakan berupa sangsi, misalnya terhadap praktek-praktek kartel terselubung atau praktek beberapa industri sejenis yang melakukan kolusi sehingga dapat mengendalikan pasar. Tindakan tegas seperti ini sudah diterapkan di negara-negara kapitalis seperti USA, di Amerika Serikat ada Sherman Act yang usianya sudah lebih dari Edy Suandi Hamid, MB. Hendrie Anto, Ekonomi Indonesia Memasuki Milenium III, Yogyakarta UII Pres, 2000, Hal. 50. Ibid, Hal. 51. satu abad, isinya secara tegas melarang praktek kerja sama ataupun persengkokolan yang mengekang pedagangan, termasuk penetapan harga secara vertikal atau horisontal, pemboikotan bersama, pembagian pasar dan praktek-praktek dagang restriktif lainnya. Ketentuan seperti itu juga sudah sejak lama ada di negaranegara seperti Australia ataupun Eropa Barat. Perserikatan Bangsa-bangsa pun juga sudah mempunyai ketentuan sejenis, yakni Resolusi PBB no. tahun 1967 yang dikenal dengan The Set Of Multilaterally Agreed Equitable Principles and Rules for the Control of Restrictive Business demikian ditanah air kita hal ini masih menjadi perdebatan, karena aturan yang ada belum secara tegas mengatur aspek-aspek yang berkaitan dengan praktek monopoli, oligopoli dan praktek bisnis yang tidak jujur lainnya. Di negara tetangga kita, Thailand, perundang-undangan mereka tentang anti monopoli sudah ada sejak tahun 1979, juga menegaskan larangan tantang kolusi bisnis, kesepakatan penetapan harga jual secara bersama, ataupun membagi-bagi dan mengalokasi wilayah distribusi produknya. Tingkat konsentrasi industri yang terjadi di Indonesia sudah terbilang cukup tinggi, di negara-negara industri seperti Inggris dan Amerika Serikat angkanya masing-masing 22% dan 36%, sementara Indonesia sebesar 47,1%.Ketidakberhasilan Pemerintah Orde Baru untuk menyetujui Undang-undang Antimonopoli, didasari beberapa alasan yaitu 1. Pemerintah menganut konsep bahwa perusahaan-perusahaan besar perlu ditumbuhkan untuk menjadi lokomotif pembangunan. Perusahaanperusahaan Edy Suandi Hamid, Perekonomian Indonesia Masalah dan Kebijakan Kontemporer, UII Press, Yogyakarta, 2000, Hal. 202. Iqbal, Farrukh, Deregulation and Development in Indonesia”, Makalah Pada Seminar Building on Success Maximizing the Gains From Deregulation, Jakarta, 1995, Hal. 17. Jurnal Living Law e-ISSN 2550-1208 Volume 11 Nomor 2, Oktober 2019 tersebut hanya mungkin menjadi besar untuk kemudian menjalankan fungsinya sebagai lokomotif pembangunan apabila perusahaanperusahaan itu memberikan proteksi yang dapat menghalangi masuknya perusahaan lain dalam bidang usaha tersebut dengan kata lain memberikan posisi monopoli pada perusahaan tersebut. 2. Pemberian fasilitas monopoli perlu ditempuh karena perusahaan itu telah bersedia menjadi pioner disektor yang bersangkutan, tanpa fasilitas monopoli dan proteksi, maka sulit bagi pemerintah untuk dapat memperoleh kesediaan investor untuk menanamkan modalnya disektor tersebut. c. Untuk menjaga berlangsungnya praktek Korupsi, Kolusi dan Nepotisme demi kepentingan kroni-kroni mantan Presiden Soeharto dan pejabat-pejabat yang berkuasa pada waktu dapat dikatakan dalam keadaan persaingan sempurna yaitu bila terdapat banyak penjual dan pembeli kuantitas, barang-barang yang dijual oleh penjual dan dibeli oleh pembeli relatif kecil jumlahnya dibandingkan dengan kuantitas barang-barang yang tersedia pada suatu pasar, sehingga penjual tidak dapat mempengaruhi harga dari barang tersebut. Semua pembeli dan penjual memiliki informasi yang cukup mengenai harga-harga yang berlaku dipasar dan mengenai kualitas barang yang di jual, serta terdapat kebebasan perusahaan untuk masuk dan keluar dari pasar yang yang besar merupakan salah satu tujuan dari monopoli, karena didalam monopoli selalu mengoptimalkan keuntungan “profit” dalam praktek persaingan, monopoli tidak selalu dilarang Sutan Remy Sjahdeni, Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, Makalah Diskusi Panel Tentang Antimonopoli, Diselenggarakan oleh Kelompok Kajian Ilmu Hukum Ekonomi Fakultas Hukum Universitas Padjajaran Bandung, Tanggal 4 September 1999. Moch Faisal Salam, Pertumbuhan Hukum Bisnis Di Indonesia, Bandung, Pustaka, 2001, oleh Pemerintah, ada beberapa monopoli yang diperbolehkan antara lain 1. Monopoli yang diberikan kepada penemu barang baru, seperti oktroi dan paten. Maksudnya untuk memberikan intensif bagi pemikir yang kreatif dan inovatif. 2. Monopoli yang diberikan oleh pemerintah kepada BUMN, lazimnya barang yang diproduksi dianggap menguasai hajat hidup orang banyak. Sebagai misal, PLN, Garuda, Telkom dan sebagainya. 3. Monopoli yang diberikan kepada perusahaan swasta dengan kredit pemerintah, 4. Monopoli dan kedudukan monopolistik yang diperoleh secara natural karena monopolis menang dalam persaingan yang dilakukan secara sehat. Dalam hal demikian memang tidak apa-apa, namun entrance masuknya siapa saja kedalam investasi yang sama harus terbuka lebar-lebar. 5. Monopoli dan kedudukan monopolistik yang diperoleh secara natural karena investasinya terlalu besar sehingga hanya satu saja yang berani dan bisa merealisasikan invesastinya. Meskipun demikian, pemerintah tetap harus bersikap persuasif dan kondusif di dalam memecahkan monopoli. 6. Monopoli dan kedudukan monopolistik yang terjadi karena pembentukan kartel ofensif. 7. Monopoli dan kedudukan monopolistik yang terjadi karena pembentukan kartel yang defensif. 8. Monopoli yang diberikan kepada suatu organisasi dengan maksud untuk membentuk dana bagi yayasan, yang dananya lalu dipakai untuk tujuan tertentu, seperti, kegiatan sosial dan tahun 1999 tentang larangan praktek monopoli dan Kwik Kian Gie, Analisa Ekonomi Politik Indonesia, Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi IBII dan Gramedia Pustaka Utama, Jakarta 1994, Hal. 243-244. Praktek Larangan Monopoli Dan Persaingan persaingan usaha tidak sehat mempunyai maksud untuk mewujudkan iklim usaha yang sehat sehingga memberikan kepastian dan kesempatan usaha yang sama kepada semua pelaku usaha, baik usaha kecil, usaha menengah maupun usaha besar. Undang-undang ini mempunyai tiga jenis sanksi terhadap pelaku persaingan tidak sehat dan pelaku monopoli, yaitu sanksi administrasi, sanksi pidana pokok dan sanksi pidana administrasi merupakan wewenang KPPU, sedangkan sanksi-sanksi lainnya merupakan wewenang hakim peradilan. Namun demikian masih diperlukan peraturan pelaksanaan lain yang merujuk pada Hukum Acara untuk digunakan dalam menindak lanjuti Undangundang no. 5 tahun 1999, hal ini guna menghindari pertentangan pendapat dan perbedaan penafsiran. Studi kasus terkait dengan penegakan hukum dalam hal praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat tidak kami temukan pada Bank Tabungan Negara, akan tetapi terjadi pada Bang Rakyat Indonesia dengan kronologis kasus Pihak PT. Bank Rakyat Indonesia selanjutnya disebut Terlapor I, PT. Asuransi Jiwa Bringin Jiwa Sejahtera selanjutnya disebut Terlapor II dan PT. Heksa Eka Life Insurance selanjutnya disebut Terlapor III, ketiganya diduga menolak dan atau menghalangi perusahaan asuransi jiwa lain untuk melakukan kegiatan usaha yang sama pada pasar produk asuransi jiwa bagi debitur Kredit Kepemilikan Rumah KPR Terlapor I di seluruh wilayah Indonesia. Produk Kredit Pemilikan Rumah KPR adalah salah satu produk perbankan yang mempersyaratkan adanya asuransi jiwa. Perkara ini berawal dari inisiatif KPPU yang menemukan adanya pembatasan pilihan konsumen atau nasabah Terlapor I ketika mengajukan kreditnya. Dalam proses tersebut, nasabah tidak memiliki Asril Sitompul, Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, Tinjauan Terhadap Undang-undang Tahun 1999, Bandung, Citra Aditya Bakti, 1999, Hal.. 95. pilihan asuransi jiwa lain yang mereka inginkan, selain yang ditetapkan oleh Terlapor I. Hal ini dapat diketahui dengan adanya perjanjian KPR BRI yang dibuat antara Terlapor I selaku pelaku usaha dengan debitur KPR Terlapor I selaku pihak lain. Perjanjian KPR BRI tersebut memuat persyaratan bahwa debitur KPR Terlapor I selaku pihak yang menerima barang tertentu berupa KPR BRI, diwajibkan membeli barang lain yaitu dengan membayar premi untuk asuransi jiwa yang hanya dari Terlapor II dan Terlapor III selaku pelaku usaha pemasok. Berdasarkan model aktivitas kerjasama yang dilakukan oleh Terlapor I bersama Terlapor II dan Terlapor III ini artinya Terlapor Imelakukan kegiatan bancassurance dengan model bisnis referensi. Pihak bank dapat melakukan referensi dalam rangka produk bank atau referensi tidak dalam rangka produk bank. Bentuk referensi dalam rangka produk bank biasanya bank akan mereferensikan atau merekomendasikan produk asuransi menjadi persyaratan untuk memperoleh suatu produk perbankan nasabah misalnya KPR, kredit kendaraan bermotor, kredit kepada pegawai atau pensiunan, yang disertai dengan asuransi. Tetapi jika tidak dalam rangka produk bank, bank mereferensikan produk asuransi yang tidak menjadi persyaratan untuk memperoleh suatu produk perbankan kepada nasabah. Model aktivitas referensi yang dilakukan oleh Terlapor I adalah jenis aktivitas referensi dalam rangka produk bank. Persyaratan produk asuransi itu dimaksudkan untuk kepentingan dan perlindungan kepada bank atas resiko terkait dengan produk yang diterbitkan atau jasa yang dilaksanakan oleh bank kepada nasabah. Konsumen in cassu debitur KPR Terlapor I tidak memiliki pilihan lain selain menyetujui klausul asuransi jiwa yang ditawarkan dalam perjanjian KPR-nya, dikarenakan konsumen berada pada posisi tawar yang lemah. Selain itu dari hasil Jurnal Living Law e-ISSN 2550-1208 Volume 11 Nomor 2, Oktober 2019 pemeriksaan KPPU diketahui bahwa pelaku usaha lain yang dapat masuk ke pasar bersangkutan telah berkurang dengan persyaratan terms and conditions yang tidak feasible dan memberatkan sehingga pihak perusahaan asuransi lain seperti Avrist, Realife, Bumiputera, dan Alianz yang telah mencoba mengajukan penawaran kerjasama dengan Terlapor I, mengalami kesulitan untuk dapat melakukan pemasaran produk asuransi jiwa mereka ke nasabah Terlapor I. Berdasarkan hasil pemeriksaan KPPU tersebut, Majelis Komisi memutuskan perkara itu dalam Putusan KPPU No. 05/KPPU/-I/2014 yang menyatakan bahwa ketiganya terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 Pasal 15 Ayat 2 tentang perjanjian tertutup dan Pasal 19 huruf a tentang penguasaan pasar. Dari kasus tersebut, Komisi Pengawas Persaingan Usaha KPPU memutuskan nasabah Bank Rakyat Indonesia BRI mulai kini bebas memilih asuransi jiwa, ketika mereka mengajukan kredit pemilikan rumah KPR di salah satu badan usaha milik negara BUMN itu. "Kalau dulu nasabah hanya dapat menggunakan produk asuransi yang telah ditentukan oleh BRI. Contoh, produk dari konsorsium PT Asuransi Jiwa Bringin Jiwa Sejahtera Bringin dan PT Heksa Eka Life Insurance Heksa," kata Kepala Bagian Hubungan Masyarakat Biro Hukum, Hubungan Masyarakat dan Kerja Sama KPPU Deswin Nur, melalui siaran pers, Kamis 13/11. Menurut dia, keputusan itu dikeluarkan setelah amar putusan KPPU pada 11 November 2014 di Jakarta atas kasus dugaan perjanjian tertutup dan hambatan masuk oleh BRI dan konsorsium asuransi tersebut. Dalam putusan yang dibacakan hampir tiga jam tersebut, KPPU meminta pembatalan perjanjian oleh BRI memuat persyaratan kewajiban Debitur KPR untuk hanya menggunakan asuransi jiwa dari konsorsium Bringin dan Heksa. "Kami juga meminta agar BRI menghentikan kegiatan yang menghalangi perusahaan asuransi jiwa lainnya untuk melakukan kegiatan usaha yang sama pada pasar bersangkutan," ujarnya. Selain itu, jelas dia, Majelis Komisi KPPU yang menyidangkan kasus tersebut, juga menjatuhkan sanksi denda kepada BRI sebesar Rp25 miliar, Bringin dengan nominal Rp19 miliar, dan Heksa sebesar Rp13 miliar. Putusan itu berdasarkan kesimpulan KPPU yang menyatakan bahwa ketiga perusahaan tersebut melanggar pasal 15 2 terkait tying-in pembelian berikat dan pasal 19 a terkait hambatan masuk pasar. KPPU juga menyarankan agar Otoritas Jasa Keuangan OJK untuk segera memberikan sanksi atas bank yang melanggar pelaksanaan Surat Edaran Bank Indonesia No. 12/35/DPNP tanggal 23 Desember 2010. Surat itu tentang Penerapan Manajemen Resiko pada Bank yang Melakukan Aktivitas Kerjasama Pemasaran dengan Perusahaan Asuransi. Dari sekian banyak permasalahan yang muncul dalam penegakan UU biang keladinya sepertinya dari UU sendiri. Mungkin apabila UU Tahun 1999 mengatur secara eksplisit mengenai kedudukan KPPU Komisi Pengawas Persaingan Usaha dalam sistem hukum Indonesia apakah merupakan lembaga judicial ataukah lembaga eksekutif/tata usaha negara? sudah barang tentu tidak akan muncul polemik yang berkepanjangan seperti sekarang ini. Tetapi harus realistis, bahwa untuk melakukan suatu revisi terhadap UU tidak mungkin dapat dilakukan dalam waktu dekat, memperhatikan pekerjaan rumah DPR dan Pemerintah yang sudah begitu menumpuk yang juga menuntut untuk segera diselesaikan, di samping itu revisi terhadap UU harus mengisi daftar waiting list antrian RUU maupun revisi UU, yang mungkin menurut DPR dan Pemerintah jauh lebih penting untuk didahulukan. Sebagai jalan tengah dari permasalahan di atas yang masuk akal untuk dapat dilakukan saat ini adalah Praktek Larangan Monopoli Dan Persaingan bagaimana undang-undang yang sudah ada ini, dengan segala kekurangan yang ada, dapat dilaksanakan secara baik, karena UU mungkin jauh lebih memberikan harapan bagi terciptanya persaingan usaha yang sehat di Indonesia, dibandingkan tidak ada UU sama sekali. Namun tidak sepatutnya, jika di dalam UU baik di dalam pertimbangan maupun di dalam ketentuan pasal-pasalnya tidak terdapat satu kalimatpun yang secara eksplisit menyatakan bahwa KPPU merupakan suatu lembaga peradilan, lantas sudah cukup menjadi dasar untuk menyebutkan KPPU sebagai lembaga eksekutif/tata usaha negara. Usaha yang dilakukan untuk mencari tahu mengenai kedudukan KPPU tidak cukup hanya dengan melihat ketentuan eksplisitnya saja, yang menyebutkan secara langsung KPPU sebagai lembaga yudisial kecuali mungkin bagi ahli-ahli hukum yang menganut aliran positivis sempit adalah sudah cukup. Seharusnya tugas dan wewenang yang dimiliki oleh KPPU Pasal 35 dan 36 UU yang antara lain, menerima laporan, melakukan penyelidikan, menyimpulkan hasil penyelidikan atas dugaan terjadinya praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat, memanggil saksi, meminta keterangan dari instansi pemerintahan, bahkan sampai menjatuhkan sanksi berupa tindakan administratif kepada pelaku usaha yang melanggar UU Dasar pembentukan KPPU Pasal 30 ayat 1 UU dimana KPPU dibentuk untuk mengawasi pelaksanaan undang-undang. Serta Pasal 30 ayat 2 UU yang antara lain menyebutkan KPPU adalah suatu Lembaga independent yang terlepas dari pengaruh dan kekuasaan pemerintah serta pihak lain, seharusnya tidak dikesampingkan begitu saja, dalam menentukan kedudukan KPPU dalam sistem hukum Indonesia. Tidak mampunya KPPU dalam mempertahankan putusan yang telah menghukum pelaku usaha yang terlibat dalam persekongkolan tender transaksi disvestasi Indomobil di PN Pengadilan Negeri bukan 100% kesalahan semata dari KPPU itu sendiri. Walaupun KPPU telah mendapatkan bukti mengenai terjadinya persekongkolan tender dalam transaksi disvestasi Indomobil, namun Pasal 22 yang mengatur mengenai persekongkolan tender dalam UU tidak dapat menjerat pihak-pihak yang terlibat dalam persekongkolan tersebut. Karena penjelasan Pasal 22 UU -yang mendefenisikan tender sebagai tawaran mengajukan harga untuk memborong suatu pekerjaan, untuk mengadakan barang-barang atau menyediakan jasa- telah membatasi defenisi tender pada Pasal 22, kemudian berakibat terhadap tender penjualan saham disvestasi yang dilakukan oleh BPPN tidak dapat dikatagorikan sebagai tender yang telah dirumuskan dalam penjelasan Pasal 22 UU Jadi kegagalan KPPU dalam mempertahankan putusannya di PN, juga merupakan sumbangan dari UU yang telah mempersempit defenisi tender. sehingga pihak-pihak yang terlibat dalam persekongkolan tender disvestasi Indomobil tidak dapat dihukum oleh UU Tetapi bukan berarti para pihak yang terlibat dalam persekongkolan dapat cuci tangan dan bernapas lega, terutama BPPN. Jika ternyata persekongkolan tersebut mendapatkan restu dari BPPN dan itu dapat dibuktikan oleh aparat Kejaksaan karena sebelumnya Kejaksaan Agung juga pernah memanggil pejabat-pejabat BPPN guna diminta keterangannya disekitar proses disvestasi Indomobil, maka bukan lagi UU yang akan berbicara tetapi UU tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang sudah barang tentu sanksi hukumannya jauh lebih berat . Dan kegagalan KPPU di PN ini seharusnya jangan membuat KPPU Jurnal Living Law e-ISSN 2550-1208 Volume 11 Nomor 2, Oktober 2019 kehilangan kepercayaan diri dalam menegakan hukum Persaingan usaha di Indonesia dan segera melakukan introspeksi diri, karena bangsa Indonesia yang masih berharap banyak terhadap kiprah KPPU ke depan dalam menegakan hukum persaingan usaha di Indonesia dan membuat iklim berusaha di Indonesia menjadi lebih sehat dan kompetitif. B. PEMECAHAN MASALAH DALAM PRAKTEK LARANGAN MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT PADA BANK BTN CABANG KOTA BOGOR DALAM MEMBERIKAN FASILITAS SUBSIDI PERUMAHAN RAKYAT Melihat kondisi saat ini dan disadari bahwa realistis untuk melakukan suatu revisi terhadap UU tidak mungkin dapat dilakukan dalam waktu cepat, memperhatikan pekerjaan rumah DPR dan Pemerintah yang sudah begitu menumpuk yang juga menuntut untuk segera diselesaikan, di samping itu revisi terhadap UU harus mengisi daftar waiting list antrian RUU maupun revisi UU, yang mungkin menurut DPR dan Pemerintah jauh lebih penting untuk didahulukan. Sebagai jalan tengah dari permasalahan di atas yang masuk akal untuk dapat dilakukan saat ini adalah bagaimana undang-undang yang sudah ada ini, dengan segala kekurangan yang ada, dapat dilaksanakan secara baik, karena UU mungkin jauh lebih memberikan harapan bagi terciptanya persaingan usaha yang sehat di Indonesia, dibandingkan tidak ada UU sama sekali. Namun tidak sepatutnya, jika di dalam UU baik di dalam pertimbangan maupun di dalam ketentuan pasal-pasalnya tidak terdapat satu kalimatpun yang secara eksplisit menyatakan bahwa KPPU merupakan suatu lembaga peradilan, lantas sudah cukup menjadi dasar untuk menyebutkan KPPU sebagai lembaga eksekutif/tata usaha negara. Usaha yang dilakukan untuk mencari tahu mengenai kedudukan KPPU tidak cukup hanya dengan melihat ketentuan eksplisitnya saja, yang menyebutkan secara langsung KPPU sebagai lembaga yudisial kecuali mungkin bagi ahli-ahli hukum yang menganut aliran positivis sempit adalah sudah cukup. Seharusnya tugas dan wewenang yang dimiliki oleh KPPU Pasal 35 dan 36 UU yang antara lain, menerima laporan, melakukan penyelidikan, menyimpulkan hasil penyelidikan atas dugaan terjadinya praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat, memanggil saksi, meminta keterangan dari instansi pemerintahan, bahkan sampai menjatuhkan sanksi berupa tindakan administratif kepada pelaku usaha yang melanggar UU Dan dasar pembentukan KPPU Pasal 30 ayat 1 UU dimana KPPU dibentuk untuk mengawasi pelaksanaan undang-undang. Serta Pasal 30 ayat 2 UU yang antara lain menyebutkan KPPU adalah suatu Lembaga independent yang terlepas dari pengaruh dan kekuasaan pemerintah serta pihak lain, seharusnya tidak dikesampingkan begitu saja, dalam menentukan kedudukan KPPU dalam sistem hukum Indonesia. Terkait kasus yang melibatkan Bank BRI maka hal di atas bukan berarti para pihak yang terlibat dalam persekongkolan dapat cuci tangan dan bernapas lega, terutama BPPN. Jika ternyata persekongkolan tersebut mendapatkan restu dari BPPN dan itu dapat dibuktikan oleh aparat Kejaksaan karena sebelumnya Kejaksaan Agung juga pernah memanggil pejabat-pejabat BPPN guna diminta keterangannya disekitar proses disvestasi Indomobil, maka bukan lagi UU yang akan berbicara tetapi UU tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang sudah barang tentu sanksi hukumannya jauh lebih berat . Praktek Larangan Monopoli Dan Persaingan Dalam konteks implementasi praktek larangan monopoli dan persaingan usaha pada bank pemerintah dalam memberikan fasilitas subsidi perumahan kami menangkap beberapa fenomena dan fakta lapangan yang membutuhkan solusi pemecahan masalah diantaranya adalah praktek implementasi dari UU belum berjalan dengan baik karena selain sistem yang di atur dalam dari undang-undang itu sendiri yang kurang baik, praktek dilapangan terutama pada bank-bank pemerintah masih kurang pengawasan yang terinterasi. Maka, solusi penyelesaiannya adalah dengan optimalisasi UU jika memang belum dapat diperbaiki karena keterbatasan waktu. pemerintah memang harus mendorong penyediaan fasilitas perumahan tersebut salah satunya dengan mengoptimalkan UU Bila memang memungkinkan untuk dibuat aturan pemerintah yang lebih aplikatif dalam mengatur praktek larangan monopoli dan persaingan usaha tidak sehat. KESIMPULAN 1. Praktek larangan monopoli dan persaingan usaha tidak sehat dinilai masih lemah. hal tersebut karena adanya masalah dan hambatan dalam praktek larangan monopoli dan persaingan usaha tidak sehat diantaranya adalah dari UU sendiri yang tidak mengatur secara eksplisit mengenai kedudukan KPPU Komisi Pengawas Persaingan Usaha dalam sistem hukum Indonesia apakah merupakan lembaga judicial ataukah lembaga eksekutif/tata usaha negara?. hal tersebut menimbulkan banyak persoalan 2. Solusi praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat pada bank pemerintah memang sebaiknya adalah dengan menyempurnakan UU akan tetapi jika hal tersbut belum dapat dilakukan, maka solusi pertama adalah dengan mengoptimalkan peraturan perundang-undangan yang ada atau dapat dibuat aturan pemerintah yang lebih aplikatif. SARAN 1. Mengingat usian UU sudah cukup tua dan dan terdapat kelemahan mendasar di dalamnya, maka perlu adanya wancana untuk menyempurnakan UU dengan cara membuat undang-undang baru. Dalam proses menununggu penyempurnaan undang-undang UU maka pemerintah sebaiknya mengoptimalkan UU dengan mengeluarkan peraturan pemerintah yang dikaji dengan baik sehingga dapat meminimalisir kekurangan dari UU 2. Perlu adanya kontrol lebih tegas dan lebih terorganisir dari pemerintah khususnya pada bank penyelenggaraan penyediaan fasilitas perumahan bersubsidi, karena dalam prakteknya larangan monopoli dan persaingan usaha tidak sehat tidak berjalan optimal dan tidak mendorong percepatan penyediaan perumahan. DAFTAR PUSTAKA Andi Fahmi Lubis dkk, Hukum Persaingan Usaha dalam Teks dan Konteks, Deutsche Gesellschaft für Technische Zusammenarbeit GTZ GmbH, 2009 Andi Fahmi Lubis dkk, Hukum Persaingan Usaha dalam Teks dan Konteks, Deutsche Gesellschaft für Technische Zusammenarbeit GTZ GmbH, 2009 Jurnal Living Law e-ISSN 2550-1208 Volume 11 Nomor 2, Oktober 2019 Asril Sitompul, Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, Tinjauan Terhadap Undang-undang Tahun 1999, Bandung, Citra Aditya Bakti, 1999 Edy Suandi Hamid, MB. Hendrie Anto, Ekonomi Indonesia Memasuki Milenium III, Yogyakarta UII Pres, 2000 Edy Suandi Hamid, Perekonomian Indonesia Masalah dan Kebijakan Kontemporer, UII Press, Yogyakarta, 2000 GBHN 1998, Butir G, Kaidah Penuntun Surakarta, PT. Pabelan, 1998 Iqbal, Farrukh, Deregulation and Development in Indonesia”, Makalah Pada Seminar Building on Success Maximizing the Gains From Deregulation, Jakarta, 1995 Kwik Kian Gie, Analisa Ekonomi Politik Indonesia, Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi IBII dan Gramedia Pustaka Utama, Jakarta 1994. Kwik Kian Gie, Saya bermimpi jadi konglomerat Jakarta, Gramedia, 1994 Michael-Kantz dan Harveey S Rosen, “Microeconomic”, USA Richard D Irwin Inc, 1994 Moch Faisal Salam, Pertumbuhan Hukum Bisnis Di Indonesia, Bandung, Pustaka, 2001 Peter Mahmud Marzuki Telaah filosofi terhadap Undang-undang larangan praktek monopoli dam persaingan usaha tidak sehat dalam kaitannya dengan konstitusi Republik Indonesia, Majalah Yuridika, Surabaya, Fakultas Hukum Universitas Erlangga November 2001 Rachmadi Usman, Hukum Acara Persaingan Usaha Indonesia, selanjutnya dissebut Rachmadi Usman II, Jakarta Sinar Grafika, 2013 Robert S Pindycle and Daniel L. Rubinfeld, Microeconomic, USA Prentice Hall International Inc, 1998 Sri Edi Swasono, Demokrasi Ekonomi Keterkaitan Usaha Partisipatif Versus Konsentrasi Ekonomi, Makalah Seminar Pancasila sebagai Idiologi Negara dalam berbagai bidang kehidupan bermasyarakat berbangsa dan bernegara, Jakarta, 1989 Sutan Remy Sjahdeni, Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, Makalah Diskusi Panel Tentang Antimonopoli, Diselenggarakan oleh Kelompok Kajian Ilmu Hukum Ekonomi Fakultas Hukum Universitas Padjajaran Bandung, Tanggal 4 September 1999. Won-Joon Kim, “Korea’s Experiences in Adoption & Enforcement of Competition Law and Implication for Developing Countries,” makalah disampaikan pada 2nd ASEAN CONFERENCE ON COMPETITION LAW & POLICY yang diselenggarakan oleh KPPU, Sekretariat ASEAN dan ASEAN Consultative Forum for Competition, di Bali pada tanggal 14-16 June 2006. Praktek Larangan Monopoli Dan Persaingan situs perumnas, diakses pada Senin, 26 Februari 2018 pukul ... The purpose of regulating the economy by legislation is to create a national economic structure in realizing economic democracy based on Pancasila and the 1945 Constitution. This arrangement is to avoid the following possible occurrences Rangkuti, Syamsah, & Yani, 2019 1. Free fight liberalism system that can foster the exploitation of humans and other nations, which in Indonesia's history has caused the weakness of the national economic structure in Indonesia's position in the world economic arena. 2. The state and its economic machinery dominate, encourage and suppress the potential and creative force of economic entities outside the state sector. ...... Sri Edy Swasono in R. Putri Rangkuti, Syamsah, and Ahmad Yani said that the state regulates the course of the national economy through laws and regulations, so it is not left to the market. Paragraph 1 of Article 33 of the 1945 Constitution means that the economy is not allowed to be organized independently or formed independently based on existing economic forces or free market forces Rangkuti et al., 2019. ... Aris MachmudDjihadul MubarokAbdul MajidNurini ApriliandaMonopoly is regulated in the regulation of State-Owned Enterprises SOEs as the right to regulate bestuur all state resources as mandated by the constitution of Article 33 of the 1945 Constitution and also the BUMN Law Number 19 of 2003 where one of them is a company that is an entity a government-owned business in the form of a limited liability company. The capital is divided into wholly or at least 51 percent of the shares owned by the Republic of Indonesia with the main objective of pursuing profit. In the case of SOEs, corporate actions are determined by the direction of state policies in their economy. Problem formulation based on the above background, is monopolistic and de-monopoly practices against SOEs, inconsistency of the government? This research used normative juridical with a quantitative analytical approach and examines literature studies that conclude. The study results showed that corporate action was not doubt or inconsistency in implementing a state monopoly. However, this holding was to increase the capacity and existence of SOEs as agents of development and the state in managing resources related to many people’s KhutubThis objective study to examine the potential for abuse of the dominant position in Article 25 of Law no. 5/1999 in the context of business competition law against Bank Syariah Indonesia Bank Syariah Indonesia. The Bank Syariah Indonesia merger is intended to increase the competitiveness of Islamic Commercial Banks BUS in providing services to customers so that they are equivalent to the services of conventional commercial banks. As is well known, the implementation of the Bank Syariah Indonesia merger has resulted in the potential for abuse of the dominant position in the Islamic banking industry, where Islamic commercial banks BUS have been reduced from 14 to 12. This activity also has the possibility of unfair business competition, which is clearly prohibited. according to Law no. 5/1999. The research method used is library research where the research is descriptive with a juridical-normative approach taken from secondary data through library research by analyzing data from primary legal materials, secondary legal materials and tertiary legal materials. Based on the results of the study, it is understood that the potential for abuse of the dominant position in Bank Syariah Indonesia is not only seen from its competitors, namely other Islamic banks, but also must be seen from the perspective of customers and the community as service users also play an active role in assessing customer satisfaction based on their respective performances. banking sector. So far, based on the criteria of article 25 above, Bank Syariah Indonesia is very far from the potential for abuse of its dominant position, even though in its assessment Bank Syariah Indonesia is in a dominant Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji potensi penyelahgunaan posisi dominan dalam pasal 25 UU No. 5/1999 dalam konteks hukum persaingan usaha terhadap Bank Syariah Indonesia Bank Syariah Indonesia. Merger Bank Syariah Indonesia dimaksudkan untuk meningkatkan daya saing Bank Umum Syariah BUS dalam memberikan pelayanan kepada nasabah agar setara dengan pelayanan bank umum konvensional. Seperti yang diketahui, penyelenggaraan merger Bank Syariah Indonesia ini menyebabkan potensi terjadinya penyalahgunaan posisi dominan dalam industri perbankan syariah, di mana bank umum syariah BUS menjadi berkurang, dari 14 menjadi 12. Kegiatan ini juga mempunyai kemungkinan terjadinya tindak persaingan usaha tidak sehat yang secara jelas dilarang sesuai UU No. 5/1999. Metode penelitian yang digunakan merupakan library research di mana penelitian bersifat deskriptif dengan pendekatan yuridis-normatif yang diambil dari data sekunder melalui riset kepustakaan dengan menganalisis data dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier. Berdasarkan hasil penelitian dipahami bahwa potensi penyalahgunaan posisi dominan pada Bank Syariah Indonesia tidak melulu dilihat dari pesaingnya, yaitu bank-bank syariah lain, tetapi juga harus dilihat dari perspketif nasabah dan masyarakat sebagai pengguna layanan juga turut berperan aktif dalam melakukan penilaian kepuasan konsumen berdasarkan kinerja masing-masing Bank Syariah Indonesia sejauh ini berdasarkan kriteria pasal 25 di atas, sangat jauh dari potensi penyalahgunaan posisi dominannya, meskipun dalam peniliannya Bank Syariah Indonesia berada pada posisi RumatigaIn Indonesia, the formulation of the Anti-Monopoly Law was motivated by an agreement between the International Monetary Fund IMF and the Government of the Republic of Indonesia. However, the agreement with the IMF was not the only reason for drafting the law. Even though Indonesia already has an anti-monopoly law, it still practices monopoly in doing business. For example, the monopolistic practices carried out by 12 hen holding companies. sentenced to a total of Rp. billion in fines to 11 companies that surpassed the chicken cartel. The verdict was handed down after the Commission Council chaired by Kamser Lumbanradja conducted an examination of Case Number 02 / KPPU-I / 2016 concerning Violation of Article 11 of Law Number 5 Year 1999 concerning cartel agreements at the KPPU hearing, on 13/10/2016 in Business Competition; Trade; Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak SehatAsril SitompulAsril Sitompul, Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, Tinjauan Terhadap Undang-undang Tahun 1999, Bandung, Citra Aditya Bakti, 1999Edy Suandi HamidMb Hendrie AntoEdy Suandi Hamid, MB. Hendrie Anto, Ekonomi Indonesia Memasuki Milenium III, Yogyakarta UII Pres, 2000Deregulation and Development in IndonesiaFarrukh IqbalIqbal, Farrukh, Deregulation and Development in Indonesia", Makalah Pada Seminar Building on Success Maximizing the Gains From Deregulation, Jakarta, 1995Kwik Kian GieKwik Kian Gie, Analisa Ekonomi Politik Indonesia, Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi IBII dan Gramedia Pustaka Utama, Jakarta filosofi terhadap Undang-undang larangan praktek monopoli dam persaingan usaha tidak sehat dalam kaitannya dengan konstitusi Republik IndonesiaMarzuki Peter MahmudPeter Mahmud Marzuki Telaah filosofi terhadap Undang-undang larangan praktek monopoli dam persaingan usaha tidak sehat dalam kaitannya dengan konstitusi Republik Indonesia, Majalah Yuridika, Surabaya, Fakultas Hukum Universitas Erlangga November 2001Hukum Acara Persaingan Usaha Indonesia, selanjutnya dissebut Rachmadi Usman IIRachmadi UsmanRachmadi Usman, Hukum Acara Persaingan Usaha Indonesia, selanjutnya dissebut Rachmadi Usman II, Jakarta Sinar Grafika, 2013Demokrasi Ekonomi Keterkaitan Usaha Partisipatif Versus Konsentrasi EkonomiEdi SriSwasonoSri Edi Swasono, Demokrasi Ekonomi Keterkaitan Usaha Partisipatif Versus Konsentrasi Ekonomi, Makalah Seminar Pancasila sebagai Idiologi Negara dalam berbagai bidang kehidupan bermasyarakat berbangsa dan bernegara, Jakarta, 1989Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak SehatRemy SutanSjahdeniSutan Remy Sjahdeni, Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, Makalah Diskusi Panel Tentang Antimonopoli, Diselenggarakan oleh Kelompok Kajian Ilmu Hukum Ekonomi Fakultas Hukum Universitas Padjajaran Bandung, Tanggal 4 September Experiences in Adoption & Enforcement of Competition Law and Implication for Developing CountriesWon-Joon KimWon-Joon Kim, "Korea's Experiences in Adoption & Enforcement of Competition Law and Implication for Developing Countries," makalah disampaikan pada 2 nd ASEAN CONFERENCE ON COMPETITION LAW & POLICY yang diselenggarakan oleh KPPU, Sekretariat ASEAN dan ASEAN Consultative Forum for Competition, di Bali pada tanggal 14-16 June 2006.
- Ըቻиቦαтիν иսሤжиниδу уጷэтоփωξθ
- Ցևውопил ታдаклիկ
- Ճюхωмазዘγ εскоπаηխцθ
- Рαлուኜ окла
- Ղ дрэղαвр
- Γиςጆդևжуфա դωм ск
- ሀαдрε хоկሴχոኄуса глዴмэдрխтև уջοփе
Tujuandilarangnya kegiatan monopoli dan persaingan usaha tidak sehat disebutkan dalam ketentuan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat adalah sebagai berikut: Menjaga kepentingan umum dan meningkatkan efisiensi ekonomi nasional sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan
BerandaKlinikBisnisLarangan Praktik Mon...BisnisLarangan Praktik Mon...BisnisSenin, 27 Maret 2023 Bagaimana implikasi UU Anti Monopoli maupun peraturan turunannya, terhadap rencana transaksi parts material untuk pembuatan suatu produk yang bukan merupakan finish product yang dilakukan antara sesama produsen suatu produk yang sama? Jika termasuk/tidak termasuk dalam kategori transaksi yang dilarang dalam peraturan terkait anti monopoli, mohon bantuan untuk rujukan referensi dasar hukumnya? Praktik monopoli pada dasarnya mengakibatkan persaingan tidak sehat dan dapat merugikan masyarakat. Lantas, kegiatan apa saya yang dilarang dalam UU 5/1999 atau UU Anti Monopoli? Apa sanksi hukum jika pelaku usaha melanggar peraturan perundang-undangan tersebut? Penjelasan lebih lanjut dapat Anda baca ulasan di bawah ini. Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya. Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra dan Ketentuan Hukum Praktik MonopoliSebelum menjawab pertanyaan Anda, sebaiknya kita pahami terlebih dahulu yang dimaksud dengan monopoli. Monopoli berasal dari Bahasa Yunani monos yang berarti satu, dan polein yang berarti menjual. Menurut perspektif ekonomi konvensional monopoli adalah suatu keadaan di mana di pasar hanya ada seorang penjual suatu barang, sehingga tidak ada pihak lain yang menyainginya.[1] Definisi tersebut sesuai dengan Pasal 1 angka 1 UU 5/1999 atau juga dikenal dengan UU Anti Monopoli yang menjelaskan bahwa monopoli adalah penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau atas penggunaan jasa tertentu oleh satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku monopoli, juga dikenal apa yang disebut dengan praktik monopoli yakni pemusatan kekuatan ekonomi oleh satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha dan mengakibatkan persaingan tidak sehat dan merugikan masyarakat.[2] Berdasarkan Pasal 1 angka 2 UU 5/1999, praktek monopoli adalah pemusatan kekuatan ekonomi oleh satu atau lebih pelaku usaha yang mengakibatkan dikuasainya produksi dan atau pemasaran atas barang dan atau jasa tertentu sehingga menimbulkan persaingan usaha tidak sehat dan dapat merugikan kepentingan untuk menjawab pertanyaan Anda, berikut adalah penjelasan tentang kegiatan apa saja yang dilarang dalam peraturan hukum mengenai dasarnya, pelaku usaha dilarang melakukan penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.[3] Pelaku usaha patut diduga atau dianggap melakukan penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa jika[4]barang dan atau jasa yang bersangkutan belum ada substitusinya; atau mengakibatkan pelaku usaha lain tidak dapat masuk ke dalam persaingan usaha barang dan atau jasa yang sama; atau satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha menguasai lebih dari 50% pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu. MonopsoniPelaku usaha dilarang menguasai penerimaan pasokan atau menjadi pembeli tunggal atas barang dan atau jasa dalam pasar bersangkutan.[5] Selanjutnya, pelaku usaha patut diduga atau dianggap menguasai penerimaan pasokan atau menjadi pembeli tunggal apabila satu pelaku usaha menguasai lebih dari 50% pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu.[6]Penguasaan PasarTerkait penguasaan pasar, pelaku usaha dilarang melakukan satu atau beberapa kegiatan, baik sendiri maupun bersama pelaku usaha lain berupa[7]menolak dan atau menghalangi pelaku usaha tertentu untuk melakukan kegiatan usaha yang sama pada pasar bersangkutan; menghalangi konsumen atau pelanggan pelaku usaha pesaingnya untuk tidak melakukan hubungan usaha dengan pelaku usaha pesaingnya itu; membatasi peredaran dan atau penjualan barang dan atau jasa pada pasar bersangkutan; atau melakukan praktek diskriminasi terhadap pelaku usaha tertentu. Pelaku usaha juga dilarang melakukan pemasokan barang dan atau jasa dengan cara melakukan jual rugi atau menetapkan harga yang sangat rendah dengan maksud untuk menyingkirkan atau mematikan usaha pesaingnya di pasar bersangkutan.[8] Kemudian, pelaku usaha dilarang melakukan kecurangan dalam menetapkan biaya produksi dan biaya lainnya yang menjadi bagian dari komponen harga barang dan atau jasa.[9]PersekongkolanBerkenaan dengan persekongkolan, pelaku usaha dilarang bersekongkol dengan pelaku usaha lain dan/atau pihak yang terkait dengan pelaku usaha lain untuk mengatur dan atau menentukan pemenang tender[10] dan dilarang bersekongkol dengan pelaku usaha lain dan/atau pihak yang terkait dengan pelaku usaha lain untuk mendapatkan informasi kegiatan usaha pesaingnya yang diklasifikasikan sebagai rahasia perusahaan.[11]Lalu, pelaku usaha juga dilarang bersekongkol dengan pelaku usaha lain dan/atau pihak yang terkait dengan pelaku usaha lain untuk menghambat produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa pelaku usaha pesaingnya dengan maksud agar barang dan atau jasa yang ditawarkan atau dipasok di pasar bersangkutan menjadi berkurang baik dari jumlah, kualitas maupun ketepatan waktu yang dipersyaratkan.[12]Sanksi Hukum Pelaku Usaha yang Melanggar UU Anti MonopoliJika pelaku usaha melanggar ketentuan UU Anti Monopoli, Komisi Pengawas Persaingan Usaha “KPPU” berwenang menjatuhkan sanksi berupa tindakan administratif[13] seperti[14]penetapan pembatalan perjanjian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 Pasal 13, Pasal 15, dan Pasal 16; perintah kepada pelaku usaha untuk menghentikan integrasi vertikal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14;perintah kepada pelaku usaha untuk menghentikan kegiatan yang terbukti menimbulkan praktik monopoli, menyebabkan persaingan usaha tidak sehat, dan/atau merugikan masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 Pasal 24, Pasal 26, dan Pasal 27;perintah kepada pelaku usaha untuk menghentikan penyalahgunaan posisi dominan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25;penetapan pembatalan atas penggabungan atau peleburan badan usaha dan pengambilalihan saham sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28;penetapan pembayaran ganti rugi; dan/ataupengenaan denda paling sedikit Rp1 miliar. Sebagai informasi, dalam hal penanganan perkara, berdasarkan Pasal 41 UU 5/1999, pelaku usaha dan atau pihak lain yang diperiksa wajib menyerahkan alat bukti yang diperlukan dalam penyelidikan dan atau pemeriksaan. Pelaku usaha dilarang menolak diperiksa, menolak memberikan informasi yang diperlukan dalam penyelidikan dan atau pemeriksaan, atau menghambat proses tersebut. Kemudian, jika ada pelanggaran, KPPU menyerahkan kepada penyidik untuk dilakukan penyidikan. Pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 41 UU 5/1999 dipidana denda paling banyak Rp5 miliar atau pidana kurungan paling lama 1 tahun sebagai pengganti pidana denda.[15]Baca juga Begini Pembuktian dalam Praktik Kartel dan MonopoliKolaborasi Antar Pelaku UsahaSelanjutnya menjawab pertanyaan Anda, menurut hemat kami, rencana transaksi untuk pembuatan suatu produk sama, yang dilakukan antarsesama produsen bukan merupakan pelanggaran hukum, selama tidak ada persekongkolan yang dapat menghambat produksi dan atau pemasaran barang, dan menyebabkan persaingan usaha tidak sehat. Anda dan sesama produsen juga tidak melanggar hukum selama tidak menghalangi pelaku usaha tertentu untuk melakukan kegiatan usaha yang sama pada pasar bersangkutan. Kesimpulannya, praktik monopoli adalah pemusatan kekuatan ekonomi oleh satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha dan mengakibatkan persaingan tidak sehat dan merugikan masyarakat yang mengakibatkan persaingan tidak sehat dan merugikan masyarakat. Adapun beberapa kegiatan yang dilarang seperti monopoli, monopsoni, penguasaan pasar, dan persekongkolan. Pelaku usaha yang melanggar ketentuan UU 5/1999 atau UU Anti Monopoli dapat dikenakan sanksi administratif berupa penghentian kegiatan, pembayaran ganti rugi, hingga denda paling sedikit Rp1 juga Diduga Lakukan Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, KPPU Selidiki GooglePerkaya riset hukum Anda dengan analisis hukum terbaru dwibahasa, serta koleksi terjemahan peraturan yang terintegrasi dalam Hukumonline Pro, pelajari lebih lanjut di jawaban dari kami, semoga HukumUndang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat;Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja yang telah disahkan menjadi undang-undang pada 21 Maret Mahkamah Konstitusi Nomor 85/PUU-XIV/ Abdul Fatah. Monopoli dalam Perspektif Ekonomi Islam. Jurnal Al-Iqtishad, Vol. 4, No. 2, 2012;Tommo Gunawan. Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Terlarang dalam Hukum Positif Menurut UU No. 5 Tahun 1999. Jurnal Lex Crimen, Vol. 5, No. 6, 2016.[1] Dede Abdul Fatah. Monopoli dalam Perspektif Ekonomi Islam. Jurnal Al-Iqtishad, Vol. 4, No. 2, 2012, hal. 161[2] Tommo Gunawan. Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Terlarang dalam Hukum Positif Menurut UU No. 5 Tahun 1999. Jurnal Lex Crimen, Vol. 5, No. 6, 2016, hal. 88[4] Pasal 17 ayat 2 UU 5/1999[5] Pasal 18 ayat 1 UU 5/1999[6] Pasal 18 ayat 2 UU 5/1999[7] Pasal 19 UU 5/1999[8] Pasal 20 UU 5/1999[9] Pasal 21 UU 5/1999[11] Pasal 23 UU 5/1999 jo. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 85/PUU-XIV/2016[12] Pasal 24 UU 5/1999 jo. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 85/PUU-XIV/2016[14] Pasal 118 angka 4 Perppu Cipta Kerja yang telah disahkan menjadi undang-undang pada 21 Maret 2023 yang mengubah Pasal 47 ayat 2 UU 5/1999[15] Pasal 118 angka 5 Perppu Cipta Kerja yang telah disahkan menjadi undang-undang pada 21 Maret 2023 yang mengubah Pasal 48 UU 5/1999Tags
9 Dugaan melakukan praktik tying, yaitu menjual produk dengan mewajibkan konsumen membeli produk lain dalam sebuah paket produk jasa IndiHome yang mencakup fixed line, internet, dan IP TV). Perusahaan Telkom sebagai penguasa pasar pada layanan fixed line diduga memanfaatkan posisi dominan dan adanya praktek monopoli.
Dijelaskannya monopoli atau penguasaan pasar dominan di dalam suatu usaha tidak dilarang oleh UU No 5 tahun 2009 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Jika ada suatu badan usaha menguasai pangsa pasar lebih dari 50%, itu tidak termasuk yang dilarang di UU No 5 tahun 2009.
Padapokoknya "Ekonomi Pancasila" adalah suatu konsep kebijaksanaan ekonomi, setelah mengalami pergerakan seperti bandul jam dari kiri ke kanan, hingga mencapai titik keseimbangan. Kekanan artinya bebas mengikuti aturan pasar, sedangkan ke kiri artinya mengalami intervensi negara dalam bentuk perencanaan memusat.
IslamMelarang Monopoli . 11 Oktober 2016 11:23 Diperbarui: 11 Oktober 2016 11:52 483 0 0 + Laporkan Konten. Laporkan Akun. Lihat foto Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp . Dalam Dan satu-satunya sistem ekonomi yang mengharamkan monopoli adalah sistem ekonomi Islam.
. qmk7zf6lij.pages.dev/16qmk7zf6lij.pages.dev/238qmk7zf6lij.pages.dev/176qmk7zf6lij.pages.dev/385qmk7zf6lij.pages.dev/115qmk7zf6lij.pages.dev/409qmk7zf6lij.pages.dev/8qmk7zf6lij.pages.dev/5
mengapa sistem ekonomi pancasila melarang adanya praktik monopoli